Rumah mewah, kendaraan bagus, ladang dan lain sebagainya akan dialihfungsikan pemiliknya baik diwariskan, diambil oleh orang lain atau mungkin habis sebelum tutup usia dengan berbagai sebab. Allah berkuasa untuk berbuat sesuatu dengan harta siapa pun, memberi maupun mengambil.
Oleh karena itu, Allah mengancam keras kepada orang yang enggan memperhatikan hak-hak hartanya, bahwa dalam hartanya itu ada bagian untuk orang lain yang lemah. Hal ini sangat logis karena manusia hanyalah sekadar dititipi-Nya.
Dalam firman-Nya dijelaskan: “....Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya di jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih. Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka; lalu (dikatakan) kepada mereka, “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan.” (QS. Taubah: 34-35).
Allah juga mengingatkan bahwa harta dapat melalaikan dari ibadah kepada-Nya. Siapa yang terlalaikan oleh harta, maka harta tersebut akan menjadi petaka. Dia akan merugi di akhirat kelak. Tentunya kerugian yang tidak dapat tergantikan seperti dalam firman-Nya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta bendamu dan juga anak-anakmu melupakan kamu dari ingat kepada Allah. Dan barangsiapa yang melakukan hal itu, maka mereka adalah orang-orang yang merugi.” (QS. al-Munafiquun: 9).
Dari zaman dahulu hingga kini kedudukan harta memang menjadi kejaran setiap orang; siapa pun dia. Kedudukan harta sangat berarti guna menunjang kehidupan itu sendiri. Bahkan ibadah pun banyak yang harus ditunjang dengan harta. Oleh karena itu mencari harta bagi orang-orang mukmin merupakan ibadah.
Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya setiap umat itu mengalami fitnah. Dan fitnah umatku adalah harta.” (HR. at-Tirmidzi). Dalam buku Tazkiya an-Nafs halaman 61 diuraikan, Yunus bin Maisarah berkata: “Zuhud terhadap dunia itu bukan mengharamkan yang halal dan bukan pula dengan membuang harta. Tetapi zuhud terhadap dunia ialah kamu lebih yakin dan percaya kepada apa yang ada di tangan Allah SWT. daripada apa yang ada di tanganmu. Juga keadaan dan sikapmu sama, baik ketika ditimpa musibah atau pun tidak, serta dalam pandanganmu orang lain itu sama, biak yang memujimu atau yang mencelamu karena kebenaran.”
Berdasarkan paparan di atas, menurut hemat kami, kita harus mencintai harta secara proporsional; janganlah berlebihan. Sebab, kalau berlebihan, tentunya akan menjadikan harta sebagai senjata makan tuan yang menghancurkan hidup kita di akhirat kelak.