Ridha atas apa yang Allah berikan merupakan kemuliaan sifat yang harus tertanam kuat dalam pribadi seorang mukmin. Ridha, seringkali bergandengan kuat dengan kata lainnya ikhlas. Karena antara ridha dengan ikhlas memiliki keterpautan makna yang erat. Orang yang ikhlas tentu akan bersikap ridha.
Ridha, berasal dari kata rhadiya-irtadhdha: merelakan, mengabulkan, menyetujui merasa puas. Raadhin: puas. Ridhdhan-ridhwanan: kepuasan, rasa puas (Ali Almascatie, 1983:388-389). Firman Allah dalam Al-Maa’idah [5]:119 berbunyi, “...Bagi mereka surga yang mengalir air dari sungai –sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya, Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya. Itulah balasan yang paling besar.”
Nabi Muhammad Saw. bersabda, “Sungguh sangat beruntung orang yang telah masuk Islam, diberikan rizki yang cukup dan Allah menjadikannya merasa puas dengan apa yang diberikan kepadanya.” (HR. Muslim).
Kita harus sering-sering memperhatian orang yang lebih kekurangan daripada kita. Kita harus menghindarkan diri dari sering memperhatikan orang yang lebih kaya. Biasakanlah pola hidup hemat. Jauhkan panjang angan-angan dan tetaplah ikhlas.
Ikhlas adalah bersih, murni. Ikhlas artinya membersihkan hati dari segala noda dan kotoran. Ikhlas juga berarti mengesakan niat hanya kepada Allah dalam menjalankan ketaatan atau mengabaikan penglihatan makhluk dengan lebih mementingkan perhatian dari sang Khalik. Seperti firman-Nya, “Dan tidaklah mereka disuruh kecuali beribadah kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam menjalankan aturan (agama) yang lurus.” (Q.S. Al-Bayyinah [98]:5).
Sikap ikhlas dijelaskan Nabi Saw dalam sabdanya, “Sesungguhnya Allah tidak akan menerima amal kecuali yang dilakukan dengan ikhlas dan demi mengharap keridhaan-Nya.” (HR. Nasa’i). Dalam hadis ini jelas sekali hubungan erat antara ikhlas dan ridha. Di lain keterangan dijelaskan semua manusia akan tercengkram setan kecuali orang yang ikhlas kepada Allah. “...kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlis diantara mereka.” (Q.S. Shaad [83]:83).
Sifat mulia lain yang berkaitan erat dengan ridha adalah tawakal. Terma tawakal adalah benarnya keyakinan dalam hati kepada Allah dalam memohon kebaikan dan menghindari bahaya dalam masalah dunia dan akhirat. Dalam firman-Nya, “Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.” (Q.S. Ath-Thalaq [65]:2-3).
Di dalam hadis dijelas bahwa sifat tawakal seperti diungkapkan Nabi Saw yang diriwayatkan Umar bin Khattab, “Jikalau kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakal, niscaya Allah akan memberikan rezeki kepada kalian sebagaimana Dia memberi rezeki kepada burung yang keluar dari sarangnya dalam keadaan lapar, dan kembali dalam keadaan kenyang.” (HR. At-Tirmizi).
Ini hadis menjadi fondasi tawakal sebagai salah satu faktor terbesar bagi datangnya rezeki. Tawakal adalah puncak atau klimaks dari sebuah keimanan. Dan tawakal tidak menafikan untuk mengambil beberapa langkah usaha yang telah Allah tetapkan, karena Allah memerintahkan kita untuk berusaha, dibarengi dengan tawakal.
Kata tawakal berasal dari bahasa Arab yang artinya pasrah dan menyerah. Secara istilah, tawakal berarti sikap pasrah dan menyerah terhadap hasil suatu pekerjaan atau usaha dengan menyerahkan sepenuhnya kepada Allah SWT.
Tawakal dapat diberi pengertian berserah diri kepada Allah SWT setelah semua proses pekerjaan atau amalan lain sudah dilakkan secara optimal. Tawakal harus dilakukan setelah ada usaha dan kerja keras dengan menerahkan segala kemampuan yang dimiliki.
Bersabar dalam menjalankan usaha disaat seolah-olah mengalami kebuntuan atau seakan-akan tampak kegagalan, ini tidak boleh menyurutkan harapan. Kita tidak boleh pesimis atau putus harapan. Jika sudah berusaha semaksimal mungkin—itu artinya sudah menjalani proses kesabaran—maka ujungnya kesabaran itu adalah bukan putus asa.
Bersabar dalam menjalankan usaha disaat seolah-olah mengalami kebuntuan atau seakan-akan tampak kegagalan, ini tidak boleh menyurutkan harapan. Kita tidak boleh pesimis atau putus harapan. Jika sudah berusaha semaksimal mungkin—itu artinya sudah menjalani proses kesabaran—maka ujungnya kesabaran itu adalah bukan putus asa.
Tetapi ujung dari kesabaran adalah tawakal kepada Allah. Ya, menyerahkan urusan itu kepada Allah. Jika sudah diserahkan kepada Allah maka kita pun harus siap menerima ketentuan-Nya itulah namanya ikhlas dan ridha atas apa yang terjadi.
Jadi jangan bersedih hati bila kita sudah berusaha, tetapi kemudian harapan itu tidak sesuasi dengan kenyataan. Tetaplah berbaik sangka kepada Allah—bukankah Dia punya rencana yang kita tak mampu mengungkapnya sekarang.
Jadi jangan bersedih hati bila kita sudah berusaha, tetapi kemudian harapan itu tidak sesuasi dengan kenyataan. Tetaplah berbaik sangka kepada Allah—bukankah Dia punya rencana yang kita tak mampu mengungkapnya sekarang.
Sikap bersabar demi mengharap keridhaan Allah tampak dalam firman berikut, “Dan orang-orang yang sabar karena mencari keridhaan Tuhannya, mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezki yang Kami berikan kepada mereka, secara sembunyi atau terang-terangan serta menolak kejahatan dengan kebaikan; orang-orang itulah yang mendapat tempat kesudahan (yang baik)." (QS. Ar Ra'du[13] : 22).