Orang yang memiliki hati bersih, dijamin masuk surga. Karena memang demikianlah hati para penghuni surga.
Pada suatu hari Rasulullah Saw. duduk bersama sahabat. Saat itu lewatlah sahabat lain. Sahabat itu tidak menonjol, biasa saja. Kepada para sahabat yang lain, Rasulullah Saw. berkata tentang sahabat yang satu itu, “Dia adalah seorang lelaki calon penghuni surga.”
Mendengar perkataan Rasulullah, Abdullah bin Umar menjadi penasaran. Ia berupaya mengetahui rahasia kehidupan orang yang dipastikan oleh Rasulullah Saw. sebagai penghuni surga itu. “Apa amalan lelaki Anshar ini, dan apa pula kelebihannya?” gumam Abdulah dalam hati.
Untuk menyelidiki orang tersebut, Abdullah bin Umar pun meminta diperbolehkan tinggal selama beberapa hari di rumah sahabat yang dikatakan calon penghuni surga itu.
“Jika tidak keberatan, aku ingin tinggal bersamamu untuk beberapa hari saja,” kata Abdullah ibnu Umar.
“Ada apa dengan kamu?”
“Aku baru saja bertengkar dengan ayahku. Dan aku bersumpah tidak ingin bertemu dengannya selama tiga hari ini,” kata Abdullah berbohong.
“Boleh, silahkan kapan saja dan berapa lama pun, bisa,” kata sahabat itu dengan ramah.
Selama tiga hari itu, diamatinya tingkah laku dan tindak tanduk sahabat itu dalam kehidupan sehari-harinya. Namun, setelah beberapa hari tinggal di rumah sahabat itu, Abdullah tidak menyaksikan kelebihan amalan yang dikerjakan oleh sahabat itu. Ia menyaksikan kehidupan bakal penghuni surga itu biasa-biasa saja, amalan shalatnya pun biasa-biasa saja.
Saat hendak berpamitan, Abdullah terpaksa “membuka kartu” dan bertanya kepada tuan rumah bakal penghuni surga itu.
“Saudaraku, sebenarnya aku tidak apa-apa dengan ayahku,” kata Abdullah.
“Lalu ada apa kau tidur di rumahku?” tanya lelaki Anshar itu.
“Beberapa hari yang lalu, ketika kami sedang berkumpul di masjid bersama Nabi, beliau mengatakan bahwa sebentar lagi akan ada orang Anshar calon penghuni surga masuk ke masjid itu. Dan laki-laki Anshar yang disebutkan itu adalah saudaraku.”
“Ah, benarkah begitu?” kata lelaki Anshar itu merendahkan diri.
“Benar, Nabi berkata begitu. Cuma kini kami ingin tahu, apa sebenarnya amalan yang saudaraku kerjakan sehingga Rasulullah memastikan tuan akan masuk surga?” tanya Abdullah.
“Oh, jadi selama ini engkau menyelidikiku ya?”
“Ya,” katanya terus terang.
“Tak ada amalan khusus yang aku kerjakan. Beginililah kehidupanku sehari-hari sebagaimana yang engkau saksikan sendiri beberapa hari di sini,” kata sahabat Anshar itu.
Mendengar jawaban itu, Abdullah semakin penasaran. “Tetapi masih ada sesuatu yang saudaraku rahasiakan kepadaku.”
Pada akhirnya orang bakal penghuni surga itu juga ikut “membuka kartu” dan mengungkapkan apa adanya. “Sesungguhnya yang aku amalkan dari ajaran Nabi adalah biasa saja. Aku berusaha sekuat tenaga tidak akan melakukan perbuatan yang merugikan sesama kaum Muslimin. Aku selalu berusaha membersihkan hatiku dengan tidak pernah memiliki sifat iri hati serta menaruh rasa dengki dan hasad kepada orang lain sepanjang hidupku. Apalagi hasad terhadap kenikmatan yang diterima orang lain.”
“Hanya itu?” tanya Abdullah.
“Ya,” jawabnya.
Mendengar pengakuan jujur lelaki itu, Abdullah bin Umar semakin takjub mendengarnya. Secara lahiriah, amalan lelaki Anshar itu tak terlalu istimewa. Tetapi secara rohaniah, amalan itu sungguh luar biasa. Bukankah memang banyak orang yang mampu mendirikan shalat tetapi tak mampu menjaga hatinya dari rasa iri, dengki, hasad dan prasangka buruk kepada orang lain?
“Subhanallah, rupanya inilah amalan utama yang telah menjadikan saudaraku mendapat kemuliaan di surga?” gumam Abdullah Ibn Umar di dalam hati sambil berpamitan meninggalkan rumah lelaki itu.
Demikian keagungan hati yang suci, meskipun amal ibadah biasa saja, namun jika dibarengi dengan hati yang ikhlas dan ridho kepada Allah, tidak selalu berprasangka buruk terhadap sesama manusia, apalagi iri dengki, hasad, pendendam, sombong, dan keburukan-keburukan hati yang lainnya.