Sebagai manusia modern, tiada hari yang dapat kita lewati tanpa berita dan teknologi. Kebutuhan kita terhadap informasi seumpama kebutuhan kita akan makan. Seringkali kita cepat merespons, ketika sms masuk atau telepon berdering.
Kita juga jarang sekali mengabaikan berita-berita dari peranti online, umpamanya dalam sosmed seperti facebook, twitter atau blog dan situs-situs informasi lainnya.
Coba bandingkan dengan Al-Quran, akankah sama? Sungguh pertanyaan yang menghentak nurani!
Al-Quran adalah kalamullah, berisi petunjuk bagi umat manusia ke jalan yang lurus. Berbeda dengan berita yang hampir setiap hari kita baca, terkandung kebenaran dan juga kesesatan. Al-Quran adalah mukjizat dari Allah untuk Rasulullah Saw., sekaligus bukti kebesaran Allah.
Al-Quran bukanlah kitab biasa, tetapi memiliki keistimewaan. Banyak bersinggungan dengan Al-Quran berarti kita terus mengingat Allah. Mengingat-Nya tentu saja akan membuat hati kita menjadi tentram.
Allah adalah zat yang paling maha kuasa. Tidak ada yang tidak mungkin bagi-Nya. Karena itu, tidaklah ada alasan untuk khawatir bagi sesiapa yang selalu mengingat dan mendekatkan diri kepada-Nya.
Untuk menghapus rasa was-was hamba-Nya, Allah turunkan Al-Quran sebagai petunjuk. Tentu, petunjuk yang bukan sembarang petunjuk, karena Al-Quran menunjukkan manusia melalui dua arah: kisah ghaib di masa lalu dan prediksi akan masa depan.
Al-Quran juga berisikan ajaran tauhid dan hukum-hukum, ilmu pengetahuan, kisah-kisah yang menggugah, teguran, larangan, perintah, kabar baik, dan juga kabar buruk. Dengan demikian, tidak ada solusi paling ideal bagi setiap masalah hidup dan obat bagi setiap penyakit hati selain Al-Quran. Al-Quran juga akan menuntun kita pada jalan yang benar.
“Sungguh, Al-Quran ini memberi petunjuk ke (jalan) yang paling lurus,” (QS Al-Isra’ [17]: 9)
Ya, jalan yang benar adalah jalan yang lurus. Yaitu jalan yang membawa kita pada ketenangan, kedamaian serta keberkahan hidup. Salah satunya adalah kehidupan dalam bentuk kesuksesan dan kebahagiaan dunia yang diraih dengan jalan yang baik, benar, dan halal.
Lalu, bagaimanakah cara kita memperoleh jalan yang lurus itu?
# Menanamkan keimanan yang kuat dalam hati kita bahwa Al-Quran menyempurnakan kitab-kitab suci terdahulu;
# Memaksa diri untuk membiasakan membaca, menghafal, menghayati dan memahami Al-Quran serta mengamalkan isi kandungannya;
# Menjadikan Al-Quran sebagai kebutuhan dalam hidup;
# Merasakan kenikmatan saat berinteraksii dengan Al-Quran.
Selebihnya, mari teladani para sahabat nabi yang membuktikan keislamannya dengan mencintai Allah dan Rasul-Nya melalui Al-Quran. Di antaranya adalah:
Yahya bin Watsab. Beliau adalah orang yang bacaan ayat-ayat Al-Quran-nya paling indah. Ketika sedang membaca Al-Quran, beliau tidak melakukan satu gerakan apapun di masjid, seolah-olah di masjid itu sedang tidak ada orang, karena saking khusyuknya mendengarkan. Karena itulah al-A’masy ingin mengecup dahinya sebagai tanda penghormatan karena saking bagus bacaannya;
Urwah bin Zubair. Setiap hari dan dalam shalat malamnya, beliau selalu membaca seperempat Al-Quran, dan tidak pernah meninggalkan kebiasaannya kecuali pada saat kakinya dipotong;
Al-Aswad. Beliau menghatamkan Al-Quran pada bulan Ramadhan setiap dua malam dan di luar Ramadhan setiap enam hari;
Abu Bakar ‘Ayyasy. Ketika beliau menghadapi sakratul maut, saudarinya menangis. Beliau berkata, “Wahai saudariku, lihatlah ke pojok itu. Sesungguhnya saudaramu telah menghatamkan Al-Quran sebanyak 18 ribu kali di sana”;
Abu Ja’far al-Qori’. Saat jenazahnya dimandikan, orang-orang melihat di antara tenggorokan dan hatinya terdapat seperti lembaran Al-Quran. Semua yang hadir menyaksikan dan mempercayai bahawa itu adalah cahaya Al-Quran.
Dari cerita-cerita singkat tentang para sahabat nabi yang tinggi kecintaannya terhadap Al-Quran, kita dapat menyimpulkan bahwa sesiapa yang memiliki kecintaan terhadap Al-Quran maka ia juga akan mendapatkan kecintaan dari penduduk langit.
Tidak percaya? Mari kita simak sebuah kisah berikut:
Adalah salah seorang bangsawan, sahabat Anshar dan pemimpin kaum suku Aus yang memiliki keahlian memanah. Ia bernama Usaid bin Hudhair bin Sammak. Ia lebih dikenal dengan sebutan al-Kamil, atau orang yang sempurna karena memiliki otak yang cemerlang dan keluhuran akhlak. Dirinya memeluk Islam sebelum hijrahnya Nabi Saw ke Madinah.
Suatu hari Mush’ab bin Umair, sahabat Muhajirin sebagai utusan Rasulullah, datang ke Madinah untuk mendakwahkan Islam kepada penduduk Madinah dengan didampingi As’ad bin Zurarah. Dakwahnya dilakukan di kebun Bani ‘Zhafar, dekat telaga Maraq.
Tenyata Mush’ab melakukan sesuatu yang membuat para pemuka Madinah geram. Kemudian Sa’d bin Mua’dz menceritakan kekhawatirannya terhadap kaumnya mengikuti agama yang baru kepada Usaid bin Hudhair.
Mereka adalah pimpinan kaum Aus. Usaid pun datang menghadiri ta’lim Mush’ab dengan tujuan untuk menghalangi dakwah, meski merasa tidak enak dengan As’ad bin Zurarah yang merupakan saudara dekatnya dan salah satu dari enam pemuda Yastrib yang pertama masuk Islam.
Usaid datang dengan membawa tombaknya, “Apa yang membuat kalian kemari? Kalian ingin memperbodoh orang-orang lemah di antara kami? Menjauhlah dari kami jika kalian masih ingin hidup lebih lama lagi!”
Mush’ab berkata dengan lembut, “Maukah engkau duduk dulu untuk mendengarkan? Jika engkau senang dengan sesuatu hal, engkau bisa menerima atau mengabaikannya. Jika tidak menyukainya, engkau bisa menolaknya. Aku akan meninggalkan kalian.”
“Baiklah, kesepakatan yang adil. Aku setuju!” kata Usaid.
Usaid pun menancapkan tombaknya ke tanah dan duduk bersama mereka. Mush’ab mulai menceritakan tentang Islam dan membaca beberapa ayat Al-Quran. Kegembiraan terpancar di wajah Usaid. Ia tampak tertarik. Matanya bercahaya dan perkataannya berubah menjadi lembut.
Usaid berkata, “Alangkah indah dan baiknya ajaran ini, apakah yang harus aku lakukan jika ingin masuk agama ini?”
Mush’ab bin Umair menjawab, “Hendaknya engkau mandi dan bersuci. Bersihkanlah kedua pakaianmu, kemudian bersyahadatlah yang sebenarnya. Lalu berdirilah, lakukanlah shalat dua raka’at.”
Usaid pun segera bergegas ke Telaga Maraq untuk bersuci dan melakukan apa yang Mush’ab perintahkan.
Setelahnya, Usaid berencana mengajak Sa’d bin Mu’adz untuk masuk Islam. Karena Sa’d yang menyebabkannya memperoleh hidayah. Ia tahu betul bagaimana karakter sahabatnya, Sa’d pastilah akan mudah menerima kebenaran Islam. Usaid pun melakukan taktik agar Sa'd mau memeluk Islam.
Ia mengatakan kepada Sa’d bahwa As’ad akan dibunuh oleh Bani Haritsah. Hal itu mengundang kemarahan Sa’d. Sa’d menghawatirkan keselamatan As’ad, anak bibinya, meskipun telah masuk Islam. Ia segera mengambil tombaknya.
Usaid gembira. Ia yakin Sa’d akan berubah pikiran setelah mendengar penjelasan dari Mush’ab tentang Islam, dan dugaannya benar. Sa’d telah memeluk Islam saat itu juga. Seluruh bani Abdul Asyhal telah mengikuti Sa’d masuk Islam.
Keislaman Usaid dibuktikan dengan kecintaannya kepada Rasul dan Al-Quran. Ia membuktikan kecintaannya pada Al-Quran dengan sungguh-sungguh membacanya, ditambah dengan suaranya yang merdu, khusyuk, mempesona, dan menentramkan jiwa yang mendengarnya.
Pada suatu hari, di tengah malam, Usaid bin Hudhair duduk di beranda belakang rumahnya bersama anaknya, Yahya, yang tidur di sampingnya sedangkan kudanya ditambat tidak jauh dari tempat duduknya. Usaid membaca surah al-Baqarah ayat 1-4.
Saat Usaid membaca Al-Quran, tiba-tiba kudanya lari berputar-putar hampir memutuskan tali pengikatnya. Ketika ia diam, kudanya pun diam dan tenang kembali. Lalu ia melanjutkan bacaannya, kuda itu kembali bergejolak. Saat Usaid diam, kudanya kembali diam. Kejadian itu terus terjadi berulang kali, sampai dirinya menyadari bahwa gejolak kudanya bisa membahayakan nyawa anaknya.
Usaid segera menarik anaknya menjauh dan membangunkannya. Kepala Usaid pun menengadah ke langit. Di sana dirinya melihat sekelompok awan yang di dalamnya bagai lampu-lampu yang bercahaya bergerak menjauh ke atas sampai hilang dari pandangan.
Keesokan paginya, Usaid menemui Rasulullah Saw. Dirinya menceritakan peristiwa yang dialami dan dilihatnya semalam. Rasulullah Saw bersabda, “Bacalah, hai Ibnu Hudhair. Bacalah, hai Ibnu Hudhair!”
Usaid menjelaskan bahwa dirinya menghawatirkan keselamatan anaknya dikarenakan perilaku kudanya yang tidak terkendali ketika membaca surah al-Baqarah itu.
Rasulullah tersenyum dan bersabda, “Tahukah kamu, wahai Usaid. Yang tampak seperti awan tersebut adalah malaikat yang mendekat karena ingin mendengarkan suaramu melantunkan Al-Quran. Seandainya engkau teruskan bacaanmu, niscaya manusia akan menyaksikan malaikat tersebut. Pemandangan itu tidak tertutup dari mereka”.
Demikianlah. Sesungguhnya mencintai Al-Quran sejak hari ini sangatlah penting. Paling tidak, kita perlu memerhatikan beberapa poin berikut ini:
• Al-Quran adalah sumber bagi segala hukum, sekaligus petunjuk hidup;
• Mencintai al-Quran adalah bagian dari meneladani Rasulullah Saw;
• Mencintai al-Quran juga bagian dari upaya kita mendekatkan cintanya Allah;
• Mencintai al-Quran merupakan amal kebaikan yang utama;
• Mencintai al-Quran dapat mengantarkan kita pada kesuksesan di dunia, ketenangan dan kedamaian hati;
• Mencintai al-Quran adalah salah satu wasilah agar kita memperoleh syafa’at di hari kiamat kelak.
• Mencintai al-Quran dapat menghindarkan kita dari siksa neraka dan diganjar dengan pahala, serta surga yang menanti.
Rasulullah Saw., bersabda, “Barangsiapa mencintai Al-Quran, pasti ia mencintai Allah dan Rasul-Nya,” (HR Ath-Thabrani).