“Waktu, paling berharga untuk kujaga. Dan, kulihat begitu mudah untuk hilang.” (Hasan Al-Bashri).
Ketika kita mengaku beriman kepada Allah, sebetulnya kita telah mengikat janji, menetapkan prinsip, dan memantapkan pilihan untuk terus menerus mengabdi kepada-Nya. Sebagai seorang hamba, kita wajib tunduk dan patuh terhadap segala ketetapan Allah dan Rasul-Nya.
Kita tidak boleh mengingkari ketetapan yang diberikan Allah. Sekali saja kita berbuat ingkar, berarti kita telah durhaka karena melanggar janji dengan Allah.
Kedurhakaan kepada Allah merupakan tindakan yang sesat dan menyesatkan! Dan, bentuk kedurhakaan yang paling nyata adalah tidak mentaati ketetapan dan aturan dari Allah!
Maka, sebaiknya berhati-hatilah dalam bertindak. Kenali selalu rambu-rambu kehidupan yang telah Allah berikan.
Hindari beberapa perilaku keseharian kita seperti berikut ini...
Hati yang lebih banyak mengurus anugerah Allah ketimbang mengingat Sang Maha Pemberi Anugerah itu sendiri, yakni Allah Swt. Saat kita menerima anugerah hidup, lantas mengisinya dengan menggunakan media sosial: Facebookan, Twitteran, Instgaraman, bahkan ngedubbing video klip; ingatlah kepada Sang Maha Pemberi Anugerah. Manfaatkan média sosial sebagai sarana untuk saling mengenal, menambah ilmu dan memperluas wawasan.
Hati yang sunyi dari zikir, hampa dari hikmah, dan kosong dari permenungan tentang kehadiran Allah dalam kehidupan. Sungguh celaka jika tiba-tiba umur kita berakhir di saat sedang update status dengan konten yang sia-sia. Sehingga, misalnya, ketika di akhirat kelak Malaikat Munkar-Nakir bertanya, “Man Rabbuka?” kita malah menjawab dengan ketakutan dan gelagapan, “Facebook!”.
Ingatan yang lupa bahwa Allah membuat peraturan hidup hanya untuk kita taati. Peraturan Allah adalah ketetapan yang tidak bisa ditawar-tawar: harus dilaksanakan dan tidak boléh dilanggar. Karena itu, saat kita asyik-masyuk memainkan keyboard meng-update status, jangan pernah menunda-nunda kewajiban sebagai seorang hamba. Jagalah ibadah shalat saat tiba waktunya. Ingatlah bahwa waktu terus berputar dan tak akan pernah kembali.
Sungguh kita sudah sedemikian durhaka kepada Allah.
Seringkali aturan dan ketetapan-Nya dikalahkan hanya oleh media sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram, Youtube, Dubmash, dll.
Eksistensi Allah, seolah kita lupakan karena lebih tertarik oleh téknologi bikinan manusia. Kita terlalu asyik bercengkrama dengan smartphone, dan tidak tahu bahwa di balik kenikmatan menggunakan aplikasi Android ada kenikmatan yang telah Allah berikan kepada kita.
Coba saksikan, perilaku kawan-kawan yang pertama kali ditanyakan saat hendak mengunjungi kosan temannya: “Gimana kosannya, enak, asri, dan ada colokannya buat smartphone?”
Sungguh sangat jarang anak muda masa kini yang bertanya: “Gimana kosannya, menyediakan mushala untuk shalat nggak?”
Sungguh, kita telah durhaka kepada Allah karena telah melupakan Allah. Padahal, sesungguhnya, salah satu tujuan Allah menciptakan kita di muka bumi adalah agar kita mengenal Zat Allah, mentaati titah-Nya dengan mempraktikkan titah itu dalam wujud konsisten melaksanakan ibadah.
Tetapi, kita telah banyak mengabaikan, melupakan, dan melalaikan apa yang telah digariskan oleh Allah dalam ketetapan dan peraturan-Nya.
Sering kita, di saat sedang dalam kelapangan, kesuksesan, dan hidup diliputi kesehatan, menganggap bahwa semua merupakan hasil kerja keras sendiri, hasil usaha sendiri, dan hasil segala pengerahan daya pribadi.
Sebaliknya, di saat hidup kita sedemikian terpuruk, gagal, dan sakit-sakitan; kita malah menyalahkan Tuhan Maha Pemurah, Allah Swt.
Jika Allah yang telah menciptakan kita masih sempat kita kesampingkan; lantas bagaimana dengan orang-orang yang hidup di sekitar kita?
Tulisan ini hadir sebagai jam weker yang mengingatkan kesalahan kita pada Allah, sehingga dengan mengingatnya akan memunculkan keinginan untuk bertobat. Buku ini berisi tentang bagaimana memanfaatkan hidup sebaik mungkin, yang dulu kita lupakan karena keasyikan menikmati anugrah hidup. Dengan menelaahnya, kita bisa menyadari untuk selalu memanfaatkan hidup yang diberikan Allah.
Ingatlah, bahwa sesungguhnya bagi manusia yang tidak peduli akan aturan saat berinteraksi dengan sesama manusia; berarti kedurhakaan kepada Allah dari setiap apa yang dilakukannya.
Maka, segeralah...
1. Beristighfar dengan kesungguhan hati. Lakukan setiap detik dari kehidupan kita. Sebab dengan beristighfar saat menjalankan ibadah, berarti hati kita kembali mengakui kehadiran Allah.
2. Tafakur atas setiap karunia Allah yang bisa saja sesekali kita melupakannya, misalnya karena kita terlalu sibuk mengejar kepentingan pribadi nan duniawi.
3. Bersyukur sepanjang hayat. Ibadah dan ikhtiar adalah anugerah dari Allah. Pertolongan dan perlindungan-Nya senentiasa mengalir bagi makhluk yang disayangi-Nya.
Jika sekali saja kita mengingkari kehadiran Allah, maka tunggulah kehancuran bagi masa depan hidup kita di akhirat. Selalu mengesampingkan ketetapan dan aturan Allah merupakan salah satu sifat yang paling dibenci-Nya. Karena itu berarti di dalam hatinya ada percik kesombongan.
Kalau saja Tuhan yang Maha Pencipta sudah dikesampingkan dan tidak dituruti perintah-Nya, lantas bagaimana kelakuan kita ketika berinteraksi dengan kawan, kerabat, tetangga, dan sesama manusia lain?
Pastinya, kita akan menjadi orang sombong yang menganggap sepele seluruh perintah Allah. Selain itu, percikan kesombongan juga akan menggiring kita pada perilaku selalu menganggap kerdil orang lain.
“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri,” (QS Luqman [31]: 18).
Karena itu, ketika kita mengabaikan Allah, kita akan tergolong sebagai manusia yang sombong, angkuh, dan takabur. Dengan kesombongan inilah segala aturan, ketetapan, dan ketentuan Allah akan dilanggar dan diabaikan.
Dalam salah satu riwayat, Rasulullah Saw., bersabda, “Tidak akan masuk surga, seseorang yang di dalam hatinya ada sebijih atom dari sifat sombong. Sesungguhnya Allah Swt adalah Maha Indah dan menyukai keindahan. Sifat sombong adalah mengabaikan kebenaran dan memandang rendah manusia yang lain,” (HR. Muslim).
Sering orang menjadi sombong karena kekuasaan atau jabatan. Orang-orang yang seperti itu lupa bahwa jabatan tidak bersifat kekal. Ketika mati, misalnya, kekuasaan, harta, dan jabatan pun pasti raib.
Sebagai cermin kehidupan, berikut adalah nama-nama orang tersombong di dunia:
Firaun si raja Mesir, sombongnya tidak kepalang, sampai mengaku bahwa dirinya Tuhan. Tapi, saat menjadi mayat, ia tidak berdaya.
Alexander the Great atau Iskandar Agung, angkuh karena kerajaannya meliputi sebagian Afrika, Eropa, dan Asia. Tapi, di kemudian hari keangkuhannya itu membawa keruntuhan seluruh kekuasaannya. Kini, ia tinggal tulang-belulang belaka.
Hitler, yang dulu sangat ditakuti, pengaruhnya musnah dimakan zaman.
Hanya Allah Maha Perkasa yang tetap kekal dan hidup abadi selama-lamanya!
Lalu, apa yang membuat manusia pantas merasa sombong?
Waspadalah, penyebab tumbuhnya benih sombong di dalam ladang hati sungguh begitu dekat. Kesombongan bila lahir dari paras wajah yang cantik/ganteng dan rupawan. Padahal, seiring usia menua, wajah akan berubah berbungkus keriput.
Imam Ghazali dalam kitab Ihya Uluumuddiin menulis bagaimana mungkin manusia bisa bersifat sombong sementara dalam dirinya terdapat 1-2 kilogram kotoran yang bau?
Pantaskah kita bersikap sombong?
Renungkanlah ungkapan “di atas langit, masih ada langit”! Ingat, sehebat-hebatnya manusia, masih ada lagi yang lebih hebat di luar sana.
Nah, kita bisa mengoptimalkan diri untuk dijadikan bahan perbaikan diri ke arah yang lebih baik. Meminta maaf atas salah dan dosa kepada Allah ialah kunci diperolehnya kebahagiaan.
Jangan lantas, ketika kita sedang sehat, melupakan Allah, bahwa kesehatan itu dianugrahkan oleh-Nya. Jangan pula, ketika kita masih muda, membutakan diri dari penglihatan suci, bahwa kesehatan itu diberikan Allah.